Di balik citra agamis dan intelektual Garut, dua kasus terbaru membuka luka sosial: peredaran narkotika oleh mahasiswa dan skandal pelecehan seksual di lingkungan masjid. Keduanya menyisakan pertanyaan: di mana letak rusaknya—sistem atau manusianya?
Generasi Terpelajar, Tapi Salah Arah
Beberapa hari terakhir, pihak berwenang membongkar jaringan peredaran tembakau sintetis di wilayah Garut. Yang mengejutkan, pelakunya bukan orang asing—melainkan mahasiswa aktif di salah satu perguruan tinggi lokal.
Tak hanya mengonsumsi, ia diduga menjadi pengedar skala kecil yang menyasar lingkungan akademik. Transaksi dilakukan secara daring, dengan penyamaran rapi dan pengiriman diam-diam via ojek online.
Kasus ini menyadarkan kita: kampus bukan lagi zona steril dari pengaruh narkotika. Ketika tekanan akademik, gaya hidup, dan minimnya pengawasan bergabung, celah pun terbuka lebar.
Isu seputar keamanan dan profesionalisme aparat juga menjadi fokus redaksi kami di Sorot Garut, yang secara konsisten mengangkat perspektif mendalam di berbagai wilayah.
Dari Mimbar Menuju Skandal: Sosok Imam yang Tergelincir
Tak kalah menggemparkan, laporan lain menyebut adanya tindakan bejat di balik tembok masjid. Seorang imam, yang sebelumnya dihormati sebagai tokoh agama, kini tengah menghadapi proses hukum karena dugaan pelecehan seksual terhadap sejumlah anak laki-laki.
Korban bukan satu atau dua. Dalam diam, luka mereka tersimpan bertahun. Skandal ini pecah saat salah satu wali murid melapor, dan perlahan membuka tabir yang selama ini ditutup oleh rasa malu dan takut.
Dua Akar Masalah yang Sama: Lemahnya Kontrol Sosial
Meski berbeda wujud, kedua kasus ini berakar dari persoalan yang serupa: runtuhnya pengawasan moral dan sosial di lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi benteng peradaban—kampus dan masjid.
- Kampus gagal menangkal peredaran narkoba. Bukan hanya karena minimnya razia, tetapi juga karena nihilnya pendidikan antinarkoba berbasis nilai dan empati.
- Masjid gagal menjadi tempat aman. Ketika otoritas agama tidak dikawal oleh sistem, kekuasaan bisa berubah menjadi alat penindasan.
Refleksi: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?
Masyarakat Garut, terutama di sektor pendidikan dan keagamaan, menghadapi momen penting untuk bercermin. Jangan sampai skandal ini sekadar menjadi konsumsi media tanpa ada perubahan nyata.
- Lembaga pendidikan harus memperkuat sistem pencegahan narkotika yang bukan hanya represif, tapi juga edukatif.
- Dewan masjid dan tokoh agama wajib membuka ruang pengawasan internal dan psikologis terhadap pelaku maupun korban.
- Orang tua dan masyarakat tak boleh lagi menganggap tabu hal-hal yang menyangkut keselamatan anak.
Jika Garut ingin tetap disebut kota agamis dan berbudaya, maka tindakan nyata harus lebih kencang dari citra publiknya.