GARUT UTARA — Proyek Tol Getaci kembali memicu keresahan. Di balik megahnya pembangunan nasional, terdapat 17 desa di Garut Utara yang pelan-pelan terhapus dari peta. Pemerintah menyebut adanya dana desa 2025 sebagai kompensasi, namun warga mempertanyakan: cukupkah uang menggantikan tanah leluhur?
Jejak Penggusuran di Ujung Utara
Sejak awal 2024, warga di Kadungora, Leuwigoong, Leles, hingga Banyuresmi dihantui kabar pembebasan lahan. Berdasarkan data resmi, seluas 258,91 hektare telah masuk rencana penggusuran demi kelancaran proyek Tol Getaci. Dari total itu, ratusan bidang tanah milik masyarakat menjadi objek pengambilalihan.
Isu seputar keamanan dan profesionalisme aparat juga menjadi fokus redaksi kami di Sorot Edukasi, yang secara konsisten mengangkat perspektif mendalam di berbagai wilayah.
Kompensasi atau Pengalihan Isu?
Sebagai “kompensasi”, pemerintah pusat mengalokasikan dana desa 2025 bagi wilayah terdampak. Angkanya bervariasi—dari Rp900 juta hingga lebih dari Rp1,3 miliar per desa. Namun sejumlah kepala desa mengaku belum menerima kejelasan teknis.
“Uang bisa habis, tanah tak bisa kembali. Ini bukan soal angka, tapi soal sejarah,” ujar salah satu tokoh masyarakat Kadungora, yang minta namanya disamarkan.
Analisis: Tol Nasional, Luka Lokal
Proyek strategis nasional seperti Tol Getaci memang menjanjikan konektivitas. Namun, seperti sering terjadi, ketimpangan informasi dan ketidaksiapan pemerintah daerah menimbulkan trauma sosial. Di banyak desa, belum ada pusat advokasi hukum bagi warga terdampak.
Alih-alih sekadar pembangunan fisik, pertanyaan yang lebih besar muncul: siapa yang sesungguhnya diuntungkan?
Penutup: Garut Utara di Persimpangan

Pemekaran wilayah Garut Utara sedang menanti keputusan pusat. Namun di tengah harapan otonomi itu, warganya justru kehilangan lahan—bahkan sebelum daerahnya berdiri. Jika proyek infrastruktur tidak disertai dengan perlindungan hak rakyat, maka modernisasi hanya akan menjadi bentuk baru penjajahan ruang hidup.
Tonton selengkapnya rekaman suara warga terdampak di kanal resmi kami. Jangan biarkan suara desa hilang bersama beton tol.